"Saya tak setuju UN dijadikan standar kelulusan nasional karena sebaiknya UN dibatasi sebagai upaya pemetaan, bukan penentu kelulusan," kata Seto, Selasa (26/4/2011) di Jakarta.
Pengamat pendidikan yang akrab disapa Kak Seto ini mengatakan, pemetaan yang dimaksud berguna sebagai upaya pemerintah dalam memonitor pemerataan pendidikan nasional. Sebab, saat ini, standar pendidikan di Indonesia belum merata dalam banyak hal, terutama di daerah-daerah pedalaman. Jika UN ditetapkan sebagai penentu kelulusan nasional, katanya, yang terjadi adalah seperti saat ini, yaitu siswa dipaksa tidak jujur dan secara sadar telah melupakan etika dalam dunia pendidikan.
"Coba lihat, sekarang UN telah melanggar etika, kejujurannya tidak ada. Bukan hanya pada siswa, tetapi juga terjadi pada tingkat-tingkat di atasnya karena ini menyangkut kredibilitas, gengsi," ujarnya.
UN seharusnya menjadi tolok ukur kualitas pendidikan nasional. UN, kata Seto, sebaiknya tidak dilihat hanya dari sisi kognitif karena banyak pihak melakukan pembenaran yang sebetulnya jauh dari semangat meningkatkan mutu pendidikan.
"Gara-gara UN akhirnya mereka melakukan pembenaran-pembenaran dengan membocorkan soal dan mencontek. Ini sangat jauh dari semangat dan tujuan meningkatkan mutu pendidikan. Untuk itu, semua pihak, termasuk media, perlu mengkritisi UN secara serius," ungkap Seto.
Sumber: Edukasi Kompas
Update via Email
Artikel Terkait: